MODEL SISTEM PENGELOLAAN TEGAKAN HUTAN ALAM SETELAH
PENEBANGAN DENGAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)
I
(Modelling System of Natural Forest Management after Logging in The Indonesian Selective Cutting and Planting System in Indonesia)
I
Andry Indrawan
ABSTRACT
The present mechanical logging is conducted at production forest and was initiated since the beginning of forest concession operation.
Disturbance toward the Forest in the form of logging will change the equilibrium of forest ecosystem, and therefore this change will affect directly or indirectly the forest stand composition inside the forest. Recovery of logged over forest occurred gradually through secondary succession process.
The research site was in the forest concession area of PT. INHUTANI II, Pulau Laut South Kalimantan. From the simulation result which were made on the basis of data from permanen plot in area of PT. Inhutani II, it was found that respond of simulation or respond of logged over natural forest management system in permanen plot, revealed that cutting cycle I after logging require ± 24 years time, whereas cutting cycle II require ± 37 years time.
Which imply that cutting cycles, are not always constant and will change in line with the composition and structure of logged over natural forest and their development with time.
PENDAHULUAN
Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah sistem silvikultur yang diterapkan pada areal HPH, khususnya pada areal hutan hujan tropika dataran rendah dengan menebang jenis-jenis pohon dengan limit diameter 50 cm keatas (pohon masak tebang) dari kelompok jenis pohon komersial ditebang pada hutan produksi. TPI mulai diterapkan sejak tahun 1972. TPI mengatur penataan areal, Inventarisasi hutan, pembukaan wilayah hutan, penebangan pohon, pembinaan tegakan tinggal yang pada prinsipnya adalah pembebasan pohon inti. Pohon inti adalah pohon jenis komersial ditebang yang berdiameter 20–49 cm, sehat, dan berjumlah sekurang-kurangnya 25 pohon/ha yang tersebar merata dalam areal setelah penebangan.
Sistim TPI pernah direvisi menjadi sistim TPTI pada 1989 yang isi pokoknya tidak berbeda dengan sistim TPI 1972.
Gangguan pemanenan kayu akan menimbulkan gangguan terhadap keseimbangan ekosistem hutan dengan terbukanya tajuk hutan, sehingga faktor-faktor lingkungan seperti suhu udara, penguapan, kelembaban, intensitas cahaya dari ekosistem hutan tersebut berubah.
Dengan demikian secara langsung ataupun tidak langsung adanya perubahan ini mempengaruhi struktur dan komposisi jenis tegakan di dalam hutan.
Pengaturan hasil dalam pengusahaan hutan di Indonesia yang dikelola dengan sistem silvikultur TPI/TPTI pada dasarnya berlandaskan pada metoda pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon, dengan asumsi riap diameter 1 (satu) cm per tahun. dengan rotasi tebang 35 tahun.
Pada kenyataannya riap diameter bervariasi dari suatu tempat ke tempat lainnya dan rotasi tebang ditentukan oleh potensi tegakan sebelum ditebang dan potensi tegakan setelah tebang pilih, Iklim, tanah dll.
Jawaban mengenai kelestarian produksi pada hutan yang dikelola HPH baik pada hutan primer maupun hutan bekas tebangan sangat dibutuhkan.
3 comments:
Saya sangat setuju dengan tulisan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam tidak dapat digeneralisir, sentralisasi dari pusat dengan satu sistem saja.
Tulisan yang bagus. Saya setuju
I am very agree with Andry's paper. From these paper, we can know that each forest site has the specific character to manage, couldn't be generallyzer Forest management must base on the structure and composition of forest.
Thanks Prof.Andry. I am very very thanks for you.
Wahyudi
Post a Comment