Lokakarya
Nasional Silvikultur di IPB
23
Agustus 2008
Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama
dengan Departemen Kehutanan RI menggelar Lokakarya Nasional bertajuk
"Penerapan Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam
Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan" Sabtu
(23/8), di IPB International Convention Center, Bogor.
Lokakarya ini digelar dalam rangka membangun sektor
kehutanan Indonesia yang keadaan hutannya sudah menglami penyusutan (luas, mutu
dan potensinya) dan keadaan industri perkayuannya yang mengalami kemerosotan
(kesulitan bahan baku, penurunan volume maupun kualitas produksi, dan penurunan
daya saing pasar), perlu suatu perubahan mind set para stakeholdernya dan
penyesuaian strategi pembangunan kehutanan agar dapat beradaptasi terhadap
keadaan hutan dan kehutanan masa kini dan masa yang akan datang di Indonesia.
Berdasarkan analisis terhadap status tutupan hutan Indonesia
yang dilakukan oleh Biro Perencanaan Hutan, Departemen Kehutanan RI pada tahun
2003, luas total lahan di Indonesia adalah 187,9 juta ha, yang terdiri dari 93,3
juta ha (50%) areal berhutan, 83,3 juta ha (44%) areal tidak berhutan dan 10,7
juta ha (6%) tidak ada data.
Sebagaimana dipaparkan oleh Ketua Panitia, Prof.Dr.Ir. Andry
Indrawan, MS., salah satu penyesuaian strategi pemanfaatan hutan yang dapat
dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas hutan di Indonesia adalan
penerapan multisistem silvikultur pada areal hutan produksi, dimana kondisi
hutan primer telah terfragmentasi dan tinggal sedikit, sedangkan pada hutan
yang terdegradasi potensi kayunya kecil dan didominasi semak belukar.
Menurutnya, multisistem silvikultur dapat didefinisikan
seabagai penerapan lebih dari satu sistem silvikultur pada satu unit
pengelolaan hutan (Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam
Indonesia Intensif (TPTII), Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)) dan dapat
menghasilkan multi produk (kayu, bukan kayu dan jasa).
"Dalam satu unit pengelolaan hutan sangat dimungkinkan
untuk diterapkan lebih dari satu sistem silvikultur, sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri, PP dan Permenhut. Namun, dalam pelaksanannya peraturan
tersebut masih banyak menglami hambatan terutama pada tataran teknis,
manajemen, kelembagaan serta kurangnya pengalaman best practices di lapangan.
Sementara itu pengelola Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
dihadapkan dengan kesulitan untuk menerapkan sistem silvikultur yang sesuai
dengan kondisi penutupan tapak hutannya," katanya.
Labih lanjut dikatakannya kondisi tersebut mendasari
perlunya segera dilakukan penyesuaian sistem silviultur yang berbasis pada
kondisis kawasan hutan dan karakteristik lingkungan setempat. Sistem tersebut
harus berpedoman pada prinsip pengelolaan hutan lestari, yaitu secara ekonomis
menguntungkan, secara ekologis dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial kondusif,
teknis pelaksanaan di lapangan sederhana, memunginkan adanya pengawasan di
lapangan yang efektif dan tetap realistik menuju peningkatan produktivitas dan
para pemegang ijin tidak hanya memperhatikan areal yang memiliki potansi kayu
tetapi juga harus mempertanggungjawabkan seluruh arealnya termasuk areal-areal
dengan kategori non hutan.
Menurutnya, dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan
dalam kerangka meningkatkan peroduktivitas dan kemantapan kawasan hutan
produksi di dalam areal kerja IUPHHK, maka upaya untuk merancang ulang
pengelolaan areal hutan melalui penerapan suatu sistem silvikultur yang sesuai
dengan karakteristik penutupan dan tegakan hutan setempat perlu mendapat
perhatian dari para rimbawan.
"Melalui penerapan sistem silvikultur yang dikembangkan
ini diharapkan dalam suatu unit pengelolaan IUPHHK dapat menerapkan beberapa
sistem silvikultur sekaligus. Melalui strategi ini , diharapkan potensi hutan
alam produksi di areal kerja IUPHHK dapat dipertahankan dan ditingkatkan serta
kawasan hutan produksi yang dianggap kurang produktif dapat ditingkatkan
produktivitasnya," ujarnya.
Dijelaskannya, maksud dan tujuan lokakarya ini adalah untuk
menghasilkan rumusan dan kesepakatan segenap stakeholder (pemerintah,
legislatif, swasta, lembaga penelitian, LSM dan perguruan tinggi) untuk
melakukan langkah-langkah berasama dalam pengelolaan hutan produksi, khususnya
mengembangkan sistem silvikultur bagi suatu areal hutan yang kondisi
penutupannya beragam dan kemungkinan komoditas yang dihasilkannya pun beragam.
Dengan demikian pengembangan sistem silvikultur tersebut diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas dan mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi.
Sementara, manfaat dari lokakarya ini adalah dapat dipahami
dan dapat dinilai kelayakan terapannya bagi suatu pengembangan sistem
silviultur bagi hutan yang kondisinya beragam dengan kemungkinan multi hasil
yang dapat diperoleh dari hutan tersebut. Apabila sistem silvikultur yang
dikembangkan ini dapat diterapkan dengan benar maka diharapkan usaha mengelola
hutan akan lebih prospektif sehingga dapat memperluas lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan dan berperan aktif dalam kegiatan revegetasi untuk
pencegahan pemanasan global.
Hadir juga dalam acara yang digelar dalam rangka Hari Jadi Departemen
Silvikltur ke-4, Prof.Dr.Ir. Yonny Kusmaryono, MS., Sekjen Dephut RI, Dr. Boen
Purnama, serta peserta dari Dephut, Depdagri, Perguruan Tinggi, Lembaga
Penelitian, LSM, BUMN, BUMD dan dunia usaha.
0 comments:
Post a Comment