Sunday, August 24, 2008

Lokakarya Nasional Multisystem Silvikultur

Lokakarya Nasional Silvikultur di IPB
23 Agustus 2008

Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama dengan Departemen Kehutanan RI menggelar Lokakarya Nasional bertajuk "Penerapan Multisistem Silvikultur Pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan" Sabtu (23/8), di IPB International Convention Center, Bogor.
Lokakarya ini digelar dalam rangka membangun sektor kehutanan Indonesia yang keadaan hutannya sudah menglami penyusutan (luas, mutu dan potensinya) dan keadaan industri perkayuannya yang mengalami kemerosotan (kesulitan bahan baku, penurunan volume maupun kualitas produksi, dan penurunan daya saing pasar), perlu suatu perubahan mind set para stakeholdernya dan penyesuaian strategi pembangunan kehutanan agar dapat beradaptasi terhadap keadaan hutan dan kehutanan masa kini dan masa yang akan datang di Indonesia.
Berdasarkan analisis terhadap status tutupan hutan Indonesia yang dilakukan oleh Biro Perencanaan Hutan, Departemen Kehutanan RI pada tahun 2003, luas total lahan di Indonesia adalah 187,9 juta ha, yang terdiri dari 93,3 juta ha (50%) areal berhutan, 83,3 juta ha (44%) areal tidak berhutan dan 10,7 juta ha (6%) tidak ada data.

Sebagaimana dipaparkan oleh Ketua Panitia, Prof.Dr.Ir. Andry Indrawan, MS., salah satu penyesuaian strategi pemanfaatan hutan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas hutan di Indonesia adalan penerapan multisistem silvikultur pada areal hutan produksi, dimana kondisi hutan primer telah terfragmentasi dan tinggal sedikit, sedangkan pada hutan yang terdegradasi potensi kayunya kecil dan didominasi semak belukar.
Menurutnya, multisistem silvikultur dapat didefinisikan seabagai penerapan lebih dari satu sistem silvikultur pada satu unit pengelolaan hutan (Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII), Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)) dan dapat menghasilkan multi produk (kayu, bukan kayu dan jasa).
"Dalam satu unit pengelolaan hutan sangat dimungkinkan untuk diterapkan lebih dari satu sistem silvikultur, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri, PP dan Permenhut. Namun, dalam pelaksanannya peraturan tersebut masih banyak menglami hambatan terutama pada tataran teknis, manajemen, kelembagaan serta kurangnya pengalaman best practices di lapangan. Sementara itu pengelola Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dihadapkan dengan kesulitan untuk menerapkan sistem silvikultur yang sesuai dengan kondisi penutupan tapak hutannya," katanya.
Labih lanjut dikatakannya kondisi tersebut mendasari perlunya segera dilakukan penyesuaian sistem silviultur yang berbasis pada kondisis kawasan hutan dan karakteristik lingkungan setempat. Sistem tersebut harus berpedoman pada prinsip pengelolaan hutan lestari, yaitu secara ekonomis menguntungkan, secara ekologis dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial kondusif, teknis pelaksanaan di lapangan sederhana, memunginkan adanya pengawasan di lapangan yang efektif dan tetap realistik menuju peningkatan produktivitas dan para pemegang ijin tidak hanya memperhatikan areal yang memiliki potansi kayu tetapi juga harus mempertanggungjawabkan seluruh arealnya termasuk areal-areal dengan kategori non hutan.
Menurutnya, dengan memperhatikan hal tersebut di atas dan dalam kerangka meningkatkan peroduktivitas dan kemantapan kawasan hutan produksi di dalam areal kerja IUPHHK, maka upaya untuk merancang ulang pengelolaan areal hutan melalui penerapan suatu sistem silvikultur yang sesuai dengan karakteristik penutupan dan tegakan hutan setempat perlu mendapat perhatian dari para rimbawan.
"Melalui penerapan sistem silvikultur yang dikembangkan ini diharapkan dalam suatu unit pengelolaan IUPHHK dapat menerapkan beberapa sistem silvikultur sekaligus. Melalui strategi ini , diharapkan potensi hutan alam produksi di areal kerja IUPHHK dapat dipertahankan dan ditingkatkan serta kawasan hutan produksi yang dianggap kurang produktif dapat ditingkatkan produktivitasnya," ujarnya.
Dijelaskannya, maksud dan tujuan lokakarya ini adalah untuk menghasilkan rumusan dan kesepakatan segenap stakeholder (pemerintah, legislatif, swasta, lembaga penelitian, LSM dan perguruan tinggi) untuk melakukan langkah-langkah berasama dalam pengelolaan hutan produksi, khususnya mengembangkan sistem silvikultur bagi suatu areal hutan yang kondisi penutupannya beragam dan kemungkinan komoditas yang dihasilkannya pun beragam. Dengan demikian pengembangan sistem silvikultur tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi.
Sementara, manfaat dari lokakarya ini adalah dapat dipahami dan dapat dinilai kelayakan terapannya bagi suatu pengembangan sistem silviultur bagi hutan yang kondisinya beragam dengan kemungkinan multi hasil yang dapat diperoleh dari hutan tersebut. Apabila sistem silvikultur yang dikembangkan ini dapat diterapkan dengan benar maka diharapkan usaha mengelola hutan akan lebih prospektif sehingga dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan berperan aktif dalam kegiatan revegetasi untuk pencegahan pemanasan global.
Hadir juga dalam acara yang digelar dalam rangka Hari Jadi Departemen Silvikltur ke-4, Prof.Dr.Ir. Yonny Kusmaryono, MS., Sekjen Dephut RI, Dr. Boen Purnama, serta peserta dari Dephut, Depdagri, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, LSM, BUMN, BUMD dan dunia usaha.

0 comments:

Post a Comment